Peran Parpol dalam Melahirkan Pemimpin

pemimpin parpol

Modernis.co, Malang — Pemandangan politik yang selalu mempertontonkan aksi saling serang demi meraup suara di pilpres mendatang sangatlah menarik untuk diperbincangkan.

Berawal dari drama politik yang terjadi pada tahun 2014 silam. Drama itu kemudian berlanjut menjelang pilpres 2019.  Lucunya, dua kubu yang tengah berkompetisi itu sangat jarang mengangkat gagasan politik apa yang akan dibawa. Melainkan sibuk bertarung dengan narasi yang sangat tidak berkualitas, yakni narasi kebencian dan hoax.

Sebagai kalangan elit politik, menjual gagasan politik adalah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Melalui gagasan itulah masyarakat bisa menilai siapa yang paling berkompeten untuk menjadi sosok pemimpin bangsa.

Hanya saja, pemandangan itu tidak tersaji karena elit politik dewasa ini terjebak pada satu pesepsi bahwa politik adalah tentang citra individu di mata masyarakat. Sehingga mengumbar kejelekan lawan politik menjadi wajib untuk dilakukan, agar citra lawan politik buruk di hadapan masyarakat.

Lagi-lagi ini adalah tentang kepercayaan diri para elit politik yang bermasalah, argumentasi ini bukan tanpa alasan. Ada dua faktor yang bisa kita simpulkan mengapa para elit politik memiliki hambatan kepercayaan diri dalam kontestasi politik. Pertama, gagasan politik yang tidak ter-branding.

Diakui atau tidak, sebagaimana yang dikemukakan diawal tulisan ini bahwa seorang politikus bisa dinilai melalui gagasan yang ia bawa dalam berkompetisi. Kedua, adanya pencitraan diri yang berlebih-lebihan sehingga mengaburkan orisinalitas dari kompetitor.

Bahwasanya, semua telah didesain sesuai dengan kebutuhan pasar.
Apa yang terjadi, para politikus mengalami kesulitan dalam memperkenalkan dirinya sebagai seorang yang memiliki kapasitas sebagai pemimpin.

Sehingga bukan hal yang mengherankan bilamana politik di negeri ini mengalami disorientasi yang berkempanjangan. Hanya karena gagasan membangun bangsa tidak lagi menjadi prioritas utama para elit politik. Mereka merasa asyik terbelenggu di dalam kubangan elektabilitas yang acap kali mencederai personal lawan politik.

Beberapa statemenpun sempat dikeluarkan, seperti politik genderuwo, tampang boyolali, jewer, dan politik sontoloyo. Hal ini jelas bertolak belakang dengan tujuan politik bahwa politik dilaksanakan untuk mengatur Negara melalui kekuasaan demi tercapainya kemaslahatan bersama.

Masyarakat Indonesia sebagai pelaku politik, khususnya para elit negara yang menggerakkan arus politik perlu menyadari bahwa bepolitik adalah tentang membangun peradaban manusia melalui Negara dan kekuasaan.

Dalam membangun peradaban itu, proses dialektika harus benar-benar terjadi agar dalam pelaksanaan gagasan memiliki rumusan atau konsep yang final. Sehingga saat konsep ini diturunkan dalam bentuk implementasi, masyarakat baik sebagai pelaku maupun objek politik tidak lagi sibuk memperdebatkan siapa yang harus menjadi seorang pemimpin, melainkan ide bernegara sebagaimana yang telah dirumuskan bersama-sama.

Di Indonesia, meskipun Pancasila dan UUD 1945 telah dinyatakan final sebagai ide yang dibawa dalam menjalankan Negara. Akan tetapi, proses internalisasi ide yang belum selesai di tataran individu pelaku politik atau elit politik. Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam menjalankan agenda politiknya. Ini jelas harus diupayakan untuk dibenahi, apalagi dalam kurun waktu dua tahun terakhir kita tidak bisa dilepaskan oleh beberapa momentum politik. Dari skala daerah hingga skala nasional. Pertanyaan besarnya adalah, siapa yang punya tugas untuk membenahi persoalan ini?

Partai politik (parpol) adalah organisasi yang memiliki tanggung jawab moral untuk melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan parpol didirikan, selain sebagai kendaraan politik juga sebagai wadah pembinaan anak-anak bangsa sebagai generasi penerus.

Hari ini sangat banyak parpol yang berdiri tapi minim fungsi. Parpol hanya menjadi kendaraan yang semata-mata digunakan untuk kepentingan jangka pendek, yaitu meraih suara untuk memperebutkan kursi kekuasaan di pemerintah.

Polarisasi ini yang kemudian harus diatur agar kedepan parpol memiliki andil besar dalam pembentukan karakter calon pemimpin. Melalui program pembinaan yang berkelanjutan bisa menjadi pilihan yang tepat untuk mengawali cita-cita besar ini. Program pembinaan ini bisa diisi dengan berbagai macam kegiatan, seperti pelatihan, sosialisasi, perekrutan kader dan pendidikan politik yang beretika.

Kita tentu tidak ingin parpol yang hakekatnya sebagai penggerak utama politik hanya berorientasi pada kekuasaan tanpa memerhatikan bagaimana regenerasi kepemimpinan kedepan. Maka selayaknyalah parpol beranjak untuk berbenah, menata orientasinya untuk kemajuan bangsa dan Negara di masa yang akan datang.

Kita tentu berharap melalui parpol-parpol yang ada saat ini mampu melahirkan banyak calon pemimpin yang berkualitas dan memiliki karakter. Parpol diharapkan bisa menjadi sarana yang kuat dalam menghadikan politik yang diisi oleh orang-orang yang berintegritas, tidak hanya bermodal materi dan sekedar retorika saja.

Hal ini juga akan menjawab kebingunan masyarakat dengan realitas politik yang hanya bisa mengembangkan argument-argumen kebencian, caci maki yang berdampak pada kepercayaan publik yang semakin berkurang.

Kedepan, politik negeri ini harus dibangun dengan jalan yang tidak lagi mengindahkan narasi-narasi negatif yang berujung pada perpecahan. Tidak seperti pemandangan hari ini yang acap kali menampilkan perilaku kalangan elit yang berpolitik dan mengindahkan politik pecah belah melalui berbagai macam narasi.

Oleh sebab itu, integritas, kapabilitas dan kapasitas seorang pemimpin harus dibentuk di partai, diasa di partai dan diorbitkan oleh partai. Sehingga parpol memiliki peran penting dalam membangun tatanan masyarakat melalui politik yang berintegritas yang sesuai dengan asas-asas yang berlaku di negeri ini.

Dengan begitu, opini publik juga bisa dibawa pada penilaian yang positif tentang peran dan fungsi parpol dalam menjalankan roda perpolitikan dengan baik dan sesuai dengan ketentuan undang-undang.

*Oleh. Nur Alim MA (Aktivis IMM Malang Raya)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Leave a Comment